PESONA NUSALAUT

Author by Cahyo Widodo

Pulau Nusalaut berada pada gugusan Kepulauan Lease di Kabupaten Maluku Tengah, yakni pulau Haruku, pulau Saparua, pulau Nusalaut dan Pulau Molana yang tidak berpenduduk. Masing-masing pulau mempunyai karakteristik bentang alam yang berbeda, baik daratan maupun bawah lautnya. 

Di Nusalaut terdapat 7 negeri yang merupakan sebutan untuk desa di Maluku, karena diakui sebagai masyarakat adat. Catatan-catatan sejarah atau cerita masa lalu tentang keindahan alam yang eksotik dan kelestarian kekayaan alam yang ada didalamnya oleh masyarakat adat di pulau Nusalaut selalu dihubungkan dengan nilai-nilai, serta kearifan adat dan budaya yang mereka miliki, dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat adat setempat.

Banyak pihak termasuk pemerintah, saat ini sangat mendorong penguatan Masyarakat Hukum Adat (MHA) seiring dengan adanya pengakuan Negara akan eksistensi Masyarakat Adat, juga sekaligus mengakui kontribusi besar dari sistem pengetahuan dan kearifan adat dalam upaya pelestarian lingkungan dan sumberdaya alam.

Sesuai visi dan misi dari Yayasan Baileo Maluku (selanjutnya disebut Baileo) yakni memperjuangkan terwujudnya tatanan yang adil pada semua aras dan unsur kehidupan masyarakat adat dan masyarakat lokal, dimana mereka mampu secara otonom menentukan pilihan-pilihan, secara demokratis dan berwawasan jender mampu mengelola dan mengembangkan lembaga-lembaga tradisional mereka, dan mampu memanfaatkan secara berkelanjutan sumberdaya alam setempat bagi pemenuhan kebutuhan hidup mereka.  

Atas dasar itu Baileo selalu berusaha membangun kemitraan dan kolaborasi dengan berbagai pihak yang sejalan untuk memfasilitasi penguatan masyarakat adat. 

Sejak 4 tahun terakhir ini Baileo fokus bekerja di pulau Nusalaut untuk memfasilitasi penguatan masyarakat adat dan kelembagaan adatnya untuk pengelolaan berkelanjutan sumberdaya pesisir. Dimulai tahun 2017-2019 melalui kerjasama dengan Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF)-RIT/Burung Indonesia, Baileo memfasilitasi penguatan kapasitas masyarakat adat dan kelembagaan adat di Akoon untuk pengembangan pengelolaan berkelanjutan sumberdaya pesisir dan laut tradisional melalui pendekatan konservasi berbasis kearifan adat pada skala desa.  

Melalui perkenalan dan diskusi dengan Blue Ventures (BV) dan tertarik dengan inisiatif ini, maka akhir tahun 2019 Baileo bekerjasama dengan BV di pulau Nusalaut, dimulai dengan monitoring gurita di Akoon, dan pada tahun 2020 kerjasama ini diperluas cakupannya untuk pulau Nusalaut dengan tetap fokus pada penguatan kapasitas masyarakat adat dan kelembagaan adat untuk pengelolaan berkelanjutan sumberdaya pesisir dan laut pulau Nusalaut.

Mengapa di Nusalaut?  

Nusalaut adalah pulau kecil dan hanya terdapat 7 negeri (desa adat), dengan karakteristik masyarakat yang relatif memiliki kesamaan akar budaya karena hubungan kesejarahan yang kuat antar desa.  Melalui kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan bersama, dan dari berbagai kunjungan dan dialog dengan semua Raja (kepala pemerintahan negeri/ kepala desa), Baileo diminta untuk memfasilitasi penguatan kapasitas, dan akses masyarakat adat Nusalaut ke pemerintah dan pihak lain untuk mendukung pengelolaan kawasan pesisir dan laut berbasis kearifan adat mereka.  Memahami karakteristik masyarakat adat di Nusalaut, dan berdasarkan minat dari pemerintah desa se-pulau Nusalaut, maka Baileo berkomitmen untuk bekerja bersama menginisiasi model pengelolaan pesisir dan laut dengan pendekatan pulau, yang diharapkan dapat menjadi model pembelajaran pengelolaan kawasan berbasis pulau kecil.

Dari kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain; pendataan ekosistem pesisir seperti Terumbu Karang, Ikan terumbu dan pelagis, Lamun dan Mangrove, pemetaan partisipatif terhadap kawasan kelola pesisir dan laut tradisional dan tempat-tempat penting yang memiliki nilai sejarah, serta pelatihan untuk menguatkan kapasitas kelembagaan adat dan kader-kader di Nusalaut, semuanya dilakukan melalui kerjasama langsung dan keterlibatan aktif pemerintah kecamatan, seluruh pemerintah negeri, seluruh lembaga adat Kewang, dan didukung oleh seluruh masyarakat.  Hasil-hasil kegiatan telah dipresentasikan terutama melalui media audio visual untuk menunjukan sekaligus penambahtahuan pemerintah kecamatan, para Raja, lembaga Kewang dan masyarakat Nusalaut tentang kekayaan keragaman hayati (kekayaan biodiversitas) bawah laut dan ekosistem pesisir di Nusalaut.

Berikut gambaran umum Negeri-negeri di Pulau Nusalaut

Negeri Ameth

Pesona Negeri Ameth yang sudah terkenal di antero dunia penyelaman Nasional, bahkan Internasional sebagai nilai tersendiri.    Kenapa demikian?   tipe substrat terumbu karang di pesisir Negeri Ameth yang berbentuk dinding dengan tutupan karang yang baik dengan persentase karang hidup 57.67 % (Baileo 2020) serta keanekaragaman ikan yang luar biasa. Menghasilkan pesona bawah laut Negeri Ameth menjadi destinasi para penggiat olahraga menyelam. Berita – berita yang sudah tersebar tentang pesona bawah laut di Negeri Ameth merupakan jalan keluar untuk menggaet wisatawan selam. 

Nah, patut dicontoh oleh Negeri-negeri di sekitar Pulau Nusalaut Nih!!

“Penyelaman disekitar perairan Negeri Ameth mempunyai beberapa prosedur yang harus diterapkan bagi para penyelam. Setiap penyelam wajib melapor ke kantor Negeri dan membayar uang kontribusi untuk Negeri Ameth dengan biaya 50 Ribu perorang. Peraturan ini sudah tertuang di peraturan Negeri Ameth” Ucap W. Parenussa (Raja Negeri Ameth).

Foto_1: Habitat perairan dangkal dan Lagoon di Negeri Ameth,  foto by Cahyo

Negeri Akoon

Negeri ini mempunyai perairan dangkal yang berbeda dengan yang lain, kenapa berbeda? luasan hamparan perairan dangkal di Akoon sengatlah luas. Hamparan ini juga yang dimanfaatkan sebagai tempat pencarian gurita oleh masyarakat setempat.  “Kita menangkap gurita hanya diwaktu-waktu tertentu untuk kebutuhan makan hari itu saja….kata seorang nelayan gurita di Akoon”.  Pengambilan Gurita dilakukan saat meti  (surut nya air laut), dan hanya pada musim tertentu yaitu pada Musim Barat” Imbuh perempuan enumerasi data Gurita di Akoon.

Foto_2: Arc Bridge di Perairan Negeri Akoon,  foto by Cahyo

Keindahan Bawah laut di Akoon juga tak kalah menakjubkan. Disini Para penyelam akan menemukan Arc Bridge dari tubir atau tempat pecahanya gelombang. Apabila ingin mengambil foto bentuk utuh dari Arc Bridge itu, kita bisa menyelam di kedalam antara 23 – 30 Meter. 

Negeri Abubu

Apa ada yang beda disini??? yaps, Negeri Ini mempunyai karakteristik Perairan yang ekstrim jika berada di Musim Timur. Kondisi geografis nya yang berhadapan langsung dengan Laut Banda menyebabkan hal itu. 

Penyelam yang ingin melakukan kegiatannya disarankan memliki jam terbang yang banyak dan datang ke Negeri ini sesudah Musim Timur karena ombak atau gelombang pecah di Negeri ini cukup dahsyat. Oh ya, seperti Negeri-negeri sebelumnya, ketika inigin melakukan penyelaman alangkah baiknya izin dulu kepada Kewang atau Penjaga laut Negeri Abubu. Ketika sudah diizinkan, selamat menikmati tutupan terumbu karang dan ikan-ikan yang ada di perairan Negeri Abubu. 

Selain Negeri Abubu memanjakan kondisi bawah lautnya, destinasi daratnya juga tersedia, ada Patung Martha Christina Tiahahu. Martha Christina Tiahahu adalah pahlawan perempuan asal Tanah Maluku yang dikenal namanya oleh seluruh masyarakat di Maluku. Selanjutnya, terdapat juga Embung dan Danau yang mempunyai kejernihan air yang lumayan untuk melakukan aktivitas berenang di Air tawar dan Air Payau.

Foto_3:  Danau Riul negeri Abubu,  foto by Cahyo

Negeri Titawaai

Beragam terumbu karang bisa djumpai di Negeri Titawaai, tutupan yang baik dengan persentase 60.67 % (Baileo 2020) dan kondisi substrat karang berbentuk dinding dan landai bisa ditemui disini. Jadi para penyelam bisa memilih spot yang dinginkan. Perbedaan bentuk substrat akan mempengaruhi kelimpahan atau berbagai jenis biota yang menghuni perairaan tersebut. Letak Negeri yang berada di Barat Daya Pulau Nusalaut memberikan kebermanfaata bagi masyarakat atau pengujung yang ingin merasakan suasana lembutnya sore bersamaan dengan terbenamnya Matahari. 

Foto_4: Keberagaman Terumbu Karang di dekat Tanjung Negeri Titawaai,  foto by Cahyo

Negeri Leinitu

Negeri yang mempunyai kebun bunga bawah laut di salah satu spot penyelam. Kebun bunga bawah laut atau bisa disebut Foliose Garden yang sangat rapat bisa menjadikan Nilai jual untuk Negeri Leinitu. Foliose Garden identik dengan Biota Hiu Blacktip atau Hiu White tip, yang berarti bisa menjadi nilai tambahan bagi para wisatawan penyelam. Ingat ketika ingin melakukan penyelaman diwajibkan Izin di Pemerintah Negeri Leinitu. Sisi lainnya Negeri Leinitu mempunyai taman yang bisa menjadikan spot berfoto atau pun tempat beristirahat di sore hari sekaligus menunggu terbenamnya Matahari. “Fungsi lainnya  Taman yang ada di Negeri Leinitu dirancang untuk gelaran kuliner atau menjadi destinasi wisata kuliner nantinya di Negeri Leinitu” Imbau Bapak Raja Leinitu, D. Tanasale.

Foto_5: Foliose garden di kedalaman 10 – 12 meter, foto by Cahyo

Negeri Sila

Negeri Sila mempuyai pelabuhan kapal atau mereka sebut dengan Labuan Sila. Labuan Sila sudah disiapkan dari orang-orang terdahulu. Orang-orang terdahulu memberikan penamaan tidak asal saja, melainkan ada dasar dari semua itu. Penamaan Labuan Sila didasari karena letak geografisnya, kondisi ini menjadikan lokasi aman dari berbagai kondisi musim, menjadikan kapal-kapal nelayan yang bersandar tetap terjaga dari datangnya gelombang atau ombak yang menghatam pesisir Labuan Sila. Selain itu,  Kondisi geomorfologi perairan yang tidak terjal cenderung landau bisa sebagai tempat untuk pelatihan – pelatihan dasar penyelaman. Lokasi terumbu karang yang tidak terlalu rapat salah satu alasan sebagai tempat untuk para penyelam pemula serta arus yang tidak terlalu deras dibandingan dengnan kondisi perairan lainnya. Penyelaman malam atau Night Dive bisa dilakukan disini, dengan objek buruan macro photography. Setelah kita menelusiri bawah lautnya terdapat ekosistem mangrove yang cuku luas dibandingkan dengan Negeri Lainnya. Bentuk Labuan Sila yang berbentuk Teluk dan adanya sungai kecil memberikan kebermanfaatan bagi ekosistem Mangrove tumbuh. Jenis-jenis Mangrove yang teridentifikasi di dekat Labuan Sila ada tiga jenis, yakni Rhizopora Apiculata, Brugeira gymnorrihza dan Sonneratia alba dan lima mangrove ikutan Xylocarpus granatum, Exoecaria agallocha, Aegiceras corniculatum, Acrostichum aureum dan Pempis acidula

DCIM\100MEDIA\DJI_0075.JPG

Foto_6: Benteng Beverwijk, 1654,  foto by Cahyo

Negeri Nalahia

Negeri Nalahia mempunyai bentuk geografi pesisir berupa Teluk, areanya terlindung tetapi untuk sandaran kapal nelayan tidak direkomendasikan karena pesisir dari Negeri Nalahia ditumbuhi Ekosistem Mangrove. Ekosistem mangrove di dalam Teluk Nalahia cukuplah terjaga, dengan substrat yang berlumur akibat dari masukan air tawar asal perbukitan Pulau Nusalaut. Air tawar yang mengaliri itu dimanfaatkan sebagai tompangan hidup sehari-hari masyarakat Negeri Nalahia. Adanya pengaruh dari air tawar di sekitaran Teluk Nusalaut, menghasilkan substrat berlumpur dan berdampak pada sudut pandang bawah laut cukuplah terganggu. Kekeruhan akibat adanya pengadukan substrat memberikan dampak pada pertumbuhan terumbu karang yang membutuhkan sinar matahari untuk keberlangsungan perrumbuhanya. Bagi penyelam yang ingin melakukan kegiatannya terdapat lokasi yang berhimpitan dengan Tanjung Tolo “Ujar Kewang Negeri Nalahia. Lokasi ini mempunyai keberagaman jenis ikan dengan tutupan karang yang baik dengan persentasi tutupan hidup mencapai 54.4 % (Baileo,2020). Selain kekayaan bawah laut yang beragam, terdapat juga berbagai sumber air panas. Sumber air panas dijadikan Masyarakat Negeri Nalahia sebagai tempat pemandian seusai mereka melakukan pekerjannya di sore hari.

Foto_7: Kondisi Bawah laut perairan Negeri Nalahia, foto by Cahyo

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *