LAUT ADAT NEGEI AKOON, NUSALAUT

Laut Adat Negeri Akoon

 “Pengelolaan Berbasis Adat” 

Author by Admin

 

“Masyarakat Adat adalah sekelompok orang yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan sejarah yang kuat dengan wilayah, tanah, perairan tradisional, sumber daya alam, dan memiliki pranata pemerintahan adat, serta tatanan hukum adat yang mengatur tata kehidupan warga adatnya.

Adalah masyarakat adat di negeri (desa) Akoon, salah satu desa adat di pulau Nusalaut, Kecamatan Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku memiliki luas wilayah 4,75 Km2 beserta kesatuan ekosistemnya atau 14,61% dari luasan Pulau Nusalaut 32,50 Km2.  Karena akses ke kota kabupaten di Masohi dan Ambon sebagai ibu kota provinsi saat ini cukup mudah, tidak dipungkiri bahwa masyarakat adat Akoon sudah cukup bersentuhan dengan pola kehidupan modern, akan tetapi mereka masih tetap mempertahankan eksistensi dan identitas sebagai masyarakat adat, dengan menjalankan aturan dan mekanisme kearifan adat yang telah diwariskan sejak para leluhur sebagai suatu sejarah yang hidup.

Foto 1: Negeri Akoon, Foto by Kele

Ciri utama dari masyarakat adat Akoon antara lain; terdapat sistem kekerabatan seperti Soa/Mata Rumah (klan) yang terbentuk berdasarkan ikatan kesejarahan asal usul, ada kepala pemerintahan adat yang disebut Raja Negeri yang bertugas mengurus tata kehidupan sekaligus mengayomi dan melindungi warga adatnya, ada lembaga musyawarah adat yang disebut Saniri Negeri yang bertugas untuk membahas dan menyelesaikan berbagai masalah kehidupan warga adatnya, termasuk mengatur pola pemanfaatan ruang hidup, lingkungan hidup dan penghidupan warga adat, ada Kewang yakni lembaga adat yang bertugas menjalankan aturan adat terkait tatacara pemanfaatan wilayah dan sumberdaya alam, ada Hukum Adat (aturan adat) yang dibuat berdasarkan nilai-nilai dan kearifan adat, dan memiliki Baileo (rumah adat).  Dengan adanya pengakuan negara akan keberadaan masyarakat hukum adat sebagaimana tercantum dalam pasal 18 B (ayat 2) UUD 1945, dan pengaturan desa adat dalam UU no 6/ 2014 tentang Desa, maka saat ini negeri Akoon sedang berbenah untuk menata kembali dan memperkuat penyelenggaraan pemerintahan adat dan kelembagaan adatnya agar dapat berfungsi lebih efektif dan transformatif untuk merespon dinamika perubahan yang ada. 

Foto 2: Baileo Negeri Akoon, Foto by Kele

Ciri aktivitas mata pencaharian masyarakat adat Akoon

Memiliki keragaman kekayaan alam di wilayah adat darat dan laut, membuat masyarakat adat Akoon pada umumnya menjalankan usaha penghidupan dengan mengandalkan beberapa komoditi utama didarat seperti; cengkeh, pala, kenari, mengolah air nira dari pohon enau, selain berkebun tanaman pangan lokal.  Demikian juga usaha penghidupan di laut seperti; menangkap ikan, lobster, teripang, lola, gurita, dan lainnya, yang semuanya dilakukan secara tradisional tetapi lestari.   Dengan karakterisktik ini mata pencaharian masyarakat adat di Akoon pun bervariasi, ada petani, nelayan, ada yang menjadi petani sekaligus nelayan, pembuat sopi (arak tradisional), penjual hasil (papalele) dan lainnya.  Meskipun demikian, aktivitas tertentu seperti; panen cengkeh, panen pala, menangkap ikan saat laut tenang, menangkap gurita, cincao (sejenis rumput laut), la’or (sejenis cacing laut) umumnya dilakukan oleh hampir seluruh warga adat Akoon saat datang musim panen.

Pentingnya pengelolaan berbasis kearifan adat

Keinginan akan penghidupan yang layak menjadi impian semua orang, oleh karenanya setiap orang pasti berupaya meningkatkan sumber pendapatannya melalui mata pencaharian di laut maupun darat, yang dapat saja menggunakan berbagai cara guna meraup keuntungan besar, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak kerusakan pada sumberdaya alam dan lingkungan hidup jika tidak ada pengaturan dan pengawasan.  Masyarakat menyadari bahwa semua sumberdaya alam yang ada di wilayah adat di laut maupun darat memiliki nilai penting sebagai sumber penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat, sehingga perlu ada pengaturan pengelolaannya agar tetap terjamin kelestariannya.   

Mereka sudah mengenal sistem pengelolaan berbasis kearifan adat sejak dahulu seperti “Sasi” yakni aturan adat tentang tata cara pemanfaatan hasil alam tertentu di laut maupun darat. Sistem sasi ini sejak dahulu sangat efektif karena memiliki legitimasi adat dan pengakuan dari seluruh warga adat, sehingga kepatuhan dalam pelaksanaan Sasi sangat kuat.  Hal ini sekarang menjadi perhatian serius dari para pemuka adat dan masyarakat untuk mengaktifkan dan menata kembali pelaksanaannya agar pemanfaatan sumberdaya alam tetap lestari (berkelanjutan).

Salah satu hasil laut yang sangat potensial di perairan pesisir Akoon adalah Gurita (Octopus cyanea), yang juga tersebar hampir di semua perairan pesisir di pulau Nusalaut karena kondisi perairan pesisir di semua negeri cenderung sama dimana Substrat perairan pulau Nusalaut bertipe tebing, datar dan lereng dengan komposisi bentuk pertumbuhan karang keras mencapai 49.54%, Coral Encrusting diikuti Coral Massive menjadi bentuk pertumbuhan karang tertinggi di Perairan Nusalaut. Kemudian persentase pertumbuhan karang lunak diestimasikan mencapai 9.79 %, sehingga dapat dikategorikan kondisi Karang di sekitar pulau Nusalaut cukup baik. 

Foto 3: Aktivitas mencari gurita di pesisir Negeri Akoon, Foto by Kele

Gurita sudah lama menjadi salah satu sumber pemenuhan gizi rumah tangga di Akoon.  Atas dasar itu, Pemerintah Negeri dan Saniri Negeri Akoon saat ini sedang menyiapkan penataan pengelolaan gurita melalui mekanisme Sasi, dengan terlebih dahulu menyiapkan Peraturan Negeri yang penyusunannya didasari pada data hasil pengamatan tangkapan gurita yang telah dilakukan selama kurang lebih 1 tahun terakhir bersama Yayasan Baileo Maluku yang bekerjasama dengan Blue Ventures melalui program Perikanan Gurita Akoon. 

Penerapan Sasi gurita tentu merupakan hal yang baru karena selama ini penangkapan gurita dilakukan secara bebas, sehingga dalam pelaksanaannya bisa saja akan timbul polemik di masyarakat.  Akan tetapi ini menjadi tantangan bagi pemerintah negeri dan saniri Akoon untuk mendorong tata kelola yang lebih baik dan berkelanjutan. Diharapkan Sasi gurita ini akan menjadi terobosan awal untuk menata sistem pengelolaan sumberdaya alam di wilayah adat laut dan darat agar dapat memberi manfaat berkelanjutan, terutama bagi warga masyarakat adat Akoon sendiri.  Semoga!!!

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *